Lahir pada tanggal 19 Februari 1473 di
Toruń, yang pada waktu itu di bawah kekuasaan suatu ordo
Kristen bernama
Ordo Teutonicum, nama aslinya ialah Niklas Koppernigk (Mikołaj Kopernik, dalam
bahasa Polandia yang merupakan
bahasa sehari-hari pada waktu itu). Baru belakangan, sewaktu ia mulai menulis karya akademinya, ia menggunakan nama
Latin, Nicolaus Copernicus. Ayahnya, seorang
saudagar yang berdagang di Toruń, mempunyai empat anak; Nicolaus adalah si bungsu. Sewaktu Nicolaus berusia 11 tahun, ayahnya meninggal. Seorang
paman, bernama Lucas Waczenrode, mengasuh Nicolaus dan saudara-saudara kandungnya. Ia membantu Nicolaus memperoleh
pendidikan yang baik, menganjurkannya untuk menjadi
imam.
Pendidikan Nicolaus dimulai di kampung halamannya, tetapi belakangan dilanjutkan di
Chełmno yang tidak jauh dari situ. Di sana ia belajar
bahasa Latin dan mempelajari karya para penulis kuno. Pada usia 18 tahun, ia pindah ke
Kraków,
ibukota Polandia saat itu. Di kota ini ia kuliah di
universitas dan mengajar dan mengejar hasratnya akan
astronomi. Setelah ia menyelesaikan pendidikannya di Kraków, paman dari Nikolaus — yang pada waktu itu telah menjadi
uskup di Warmia — memintanya untuk pindah ke Frombork, sebuah kota di
Laut Baltik. Waczenrode ingin kemenakannya menduduki jabatan staf
katedral.
Akan tetapi, Nicolaus yang berusia 23 tahun ingin memuaskan dahaganya akan pengetahuan dan berhasil membujuk pamannya untuk mengizinkan dia mempelajari
hukum gereja,
kedokteran, dan matematika di berbagai universitas di
Bologna dan
Padua, Italia. Di sana, Nicolaus bergabung dengan astronom Domenico Maria Novara dan filsuf Pietro Pomponazzi.
Sejarawan Stanisław Brzostkiewicz mengatakan bahwa ajaran Pomponazzi telah "membebaskan pikiran astronom muda ini dari cengkraman ideologi abad pertengahan".
Di waktu senggangnya, Copernicus mempelajari karya para astronom zaman dahulu, menjadi begitu larut dalam karya tersebut sampai-sampai ketika ia mengetahui karya Latin itu tidak lengkap, ia mempelajari
bahasa Yunani agar dapat meneliti
naskah aslinya. Pada akhir pendidikannya, Nicolaus telah menjadi doktor hukum gereja, matematikawan, dan
dokter. Ia juga pakar bahasa Yunani, menjadi orang pertama yang menerjemahkan sebuah dokumen dari
bahasa Yunani langsung ke bahasa Polandia.
Menelurkan teori yang revolusioner
Sepulangnya ke Polandia, pamannya melantik dia sebagai sekretaris, penasihat, dan dokter pribadinya — suatu kedudukan yang bergengsi. Selama puluhan tahun berikutnya, Nicolaus menjabat berbagai kedudukan administratif, baik di bidang
agama maupun sipil. Meski sangat sibuk, ia melanjutkan penelitiannya tentang
bintang dan
planet, mengumpulkan bukti untuk mendukung suatu teori yang revolusioner bahwa
bumi bukan pusat yang tidak bergerak dari alam semesta tetapi, sebenarnya, bergerak mengitari
matahari.
Teori ini bertentangan dengan ajaran
filsuf yang terpandang,
Aristoteles, dan tidak sejalan dengan kesimpulan matematikawan Yunani,
Ptolemeus. Selain itu, teori Copernicus menyangkal apa yang dianggap sebagai "fakta" bahwa matahari terbit di
timur dan bergerak melintasi
angkasa untuk terbenam di barat, sedangkan bumi tetap tidak bergerak.
Copernicus bukanlah orang yang pertama yang menyimpulkan bahwa bumi berputar mengitari matahari. Astronom Yunani
Aristarkhus dari
Samos telah mengemukakan teori ini pada abad ketiga
Sebelum Masehi. Para pengikut
Pythagoras telah mengajarkan bahwa bumi serta matahari bergerak mengitari suatu
api pusat. Akan tetapi, Ptolemeus menulis bahwa jika bumi bergerak, "binatang dan benda lainnya akan bergelantungan di
udara, dan bumi akan jatuh dari
langit dengan sangat cepat". Ia menambahkan, "sekadar memikirkan hal-hal itu saja terlihat konyol".
Ptolemeus mendukung gagasan Aristoteles bahwa bumi tidak bergerak di pusat
alam semesta dan dikelilingi oleh serangkaian bola bening yang saling bertumpukan, dan bola-bola itu tertancap matahari, planet-planet, dan bintang-bintang. Ia menganggap bahwa pergerakan bola-bola bening inilah yang menggerakan planet dan bintang. Rumus matematika Ptolemeus menjelaskan, dengan akurasi hingga taraf tertentu, pergerakan planet-planet di langit
malam.
Namun, kelemahan teori Ptolemeus itulah yang mendorong Copernicus untuk mencari penjelasan alternatif atas pergerakan yang aneh dari planet-planet. Untuk menopang teorinya, Kopernikus merekonstruksi peralatan yang digunakan oleh para astronom zaman dahulu. Walaupun sederhana dibandingkan dengan standar modern, peralatan ini memungkinkan dia menghitung jarak relatif antara planet-planet dan matahari. Selama bertahun-tahun, ia berupaya menetukan secara persis tanggal-tanggal manakala para pendahulunya telah membuat beberapa pengamatan penting di bidang astronomi. Diperlengkapi dengan
data ini, Copernicus mulai mengerjakan dokumen kontroversial yang menyatakan bahwa bumi dan
manusia di dalamnya bukanlah pusat alam semesta.
Kontroversi manuskrip
Copernicus menggunakan tahun-tahun terakhir kehidupannya untuk memperbaiki dan melengkapi berbagai argumen dan
rumus matematika yang menopang teorinya. Lebih dari 95 persen dokumen akhir itu memuat perincian teknis yang mendukung kesimpulannya. Dokumen tulisan tangan orisinal ini masih ada dan disimpan di
Universitas Jagiellonian di Kraków,
Polandia. Dokumen ini tidak berjudul. Oleh karena itu, astronom Fred Hoyle menulis, "Kita benar-benar tidak tahu bagaimana Copernicus ingin menamai bukunya itu".
Bahkan sebelum karya itu diterbitkan, isinya telah membangkitkan minat. Copernicus telah menerbitkan sebuah rangkuman singkat tentang gagasannya dalam sebuah karya yang disebut
Commentariolus. Alhasil, laporan tentang penelitiannya sampai ke
Jerman dan
Roma. Pada awal tahun 1533,
Paus Klemens VII mendengar tentang teori Copernicus. Dan, pada tahun 1536, Kardinal Schönberg menyurati Copernicus, mendesak dia untuk menerbitkan catatan lengkap gagasannya. Georg Joachim Rhäticus, seorang
profesor di
Universitas Wittenberg di
Jerman, begitu penasaran oleh karya Copernicus sampai-sampai ia mengunjungi Copernicus dan akhirnya menghabiskan waktu bersamanya selama dua tahun. Pada tahun 1542, Rhäticus membawa pulang sebuah salinan
manuskrip itu ke Jerman dan menyerahkannya kepada seorang tukang cetak bernama Petraeius dan seorang juru tulis sekaligus korektor
tipografi bernama Andreas Osiander.
Osiander menjuduli karya itu
De revolutionibus orbium coelestium (Mengenai Perputaran Bola-Bola Langit). Dengan mencantumkan frasa “bola-bola langit”, Osiander menyiratkan bahwa karya itu dipengaruhi oleh gagasan Aristoteles. Osiander juga menulis kata pengantar
anonim, yang menyatakan bahwa hipotesis dalam buku itu bukanlah artikel tentang iman dan belum tentu benar. Copernicus tidak menerima salinan dari
buku yang dicetak itu, yang diubah dan dikompromikan tanpa seizinnya, sampai hanya beberapa
jam sebelum kematiannya pada tahun 1543.
“ | Dalam pemikiran manusia, ia juga “menghentikan matahari dan menggerakkan bumi”. | ” |
"Mengenai Perputaran" — karya yang revolusioner
Perubahan yang dibuat Osiander pada mulanya meluputkan buku itu dari kecaman. Asronom dan
fisikawan Italia,
Galileo, belakangan menulis, "Sewaktu dicetak, buku itu diterima oleh Gereja suci dan telah dibaca dan dipelajari oleh setiap orang tanpa sedikit pun kecurigaan bahwa gagasan ini bertentangan dengan doktrin-doktrin gereja. Namun, mengingat sekarang ada berbagai pengalaman dan bukti penting yang memperlihatkan bahwa gagasan itu memiliki bukti yang kuat, muncullah orang-orang yang hendak mendiskreditkan pengarangnya tanpa membaca bukunya sedikit pun".
Kaum
Lutheran merupakan yang pertama-tama menyebut buku itu "tidak masuk akal".
Gereja Katolik, meski pada mulanya tidak menyatakan kecaman, memutuskan bahwa buku itu bertentangan dengan doktrin resminya dan pada tahun 1616 mencantumkan karya Copernicus ke dalam buku-buku terlarang. Buku itu baru dicabut dari daftar ini pada tahun 1828. Dalam kata pengantarnya untuk terjemahan
bahasa Inggris dari buku itu, Charles Glenn Wallis menjelaskan, "Pertikaian antara Katolik dan
Protestan membuat kedua sekte itu takut pada skandal apa pun yang tampaknya dapat merongrong respek terhadap Kegerejaan
Alkitab, dan akibatnya mereka menjadi terlalu harfiah dalam membaca ayat Alkitab dan cenderung mengutuki setiap pernyataan yang dapat dianggap sebagai penyangkalan atas setiap penafsiran harfiah dari setiap ayat dalam Alkitab". Sebagai contoh, kisah yang dicatat di
Yosua 10:13, yang menceritakan tentang matahari yang dibuat tidak bergerak, digunakan untuk menegaskan bahwa matahari, bukan bumi, yang biasanya bergerak. Mengenai anggapan bahwa teori Kopernikus bertentangan dengan ajaran Alkitab,
Galileo menulis, " [Copernicus] tidak mengabaikan Alkitab, tetapi ia tahu betul bahwa jika doktrinnya terbukti, hal itu tidak akan bertentangan dengan Alkitab apabila ayat-ayatnya dipahami dengan benar".
Dewasa ini,
Copernicus disanjung oleh banyak orang sebagai
Bapak Astronomi Modern. Memang, uraiannya tentang alam semesta telah dimurnikan dan diperbaiki oleh ilmuwan yang tekemudian, seperti Galileo,
Kepler, dan
Newton. Akan tetapi, astofisikawan Owen Gingerich mengomentari, "Copernicuslah yang dengan karyanya memperlihatkan kepada kita bagaimana rapuhnya konsep ilmiah yang sudah diterima untuk waktu yang lama". Melalui penelitian, pengamatan, dan matematika, Kopernikus menjungkirkbalikkan konsep ilmiah dan agama yang berurat berakar tetapi keliru. Dalam pemikiran manusia, ia juga “menghentikan matahari dan menggerakkan bumi”.
Kontroversi kewarganegaraan
Kewarganegaraan Copernicus mulai
abad ke-19 menjadi bahan perdebatan sengit. Namun sebenarnya ia bisa dikategorisasikan baik sebagai warga Jerman maupun Polandia. Dalam bahasa Jerman namanya secara umum dieja sebagai
Kopernikus dan merupakan versi Latin dari nama Jerman
Koppernigk. Dalam bahasa Polandia namanya dieja sebagai
Mikołaj Kopernik. Ibu Kopernikus yang bernama Barbara Watzenrode merupakan seorang warga Jerman. Sedangkan kewarganegaraan ayahnya tidak diketahui. Kota kelahirannya
Toruń tidak lama sebelum ia lahir dikuasai raja-raja Polandia, sehingga ia bisa dianggap sebagai warga Polandia.